A.
Pengertian
Pertusis adalah suatu infeksi akut
saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan
serius pada anak-anak. (Behrman, 1992). Definisi Pertusis lainnya adalah penyakit
infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh
suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal
disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993). Penyakit ini ditandai dengan
demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk adalah gejala khas dari
batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus
tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar. Akibatnya
saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas
dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir
berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak
terdengar. Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan
penderita sangat kelelahan setelah serangan batuk.
B.
Etiologi
Pertusis
biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut :
Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis). Suatu penyakit sejenis telah
dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella para pertusis, B. Bronchiseptiea dan
virus.
Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain :
1. Berbentuk
batang (coccobacilus)
2. Tidak
dapat bergerak
3. Bersifat
gram negative.
4. Tidak
berspora, mempunyai kapsul
5. Mati
pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10º C)
6. Dengan
pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik
7. Tidak
sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten
terhdap penicillin
8. Menghasilkan
2 macam toksin antara lain :
a. Toksin
tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
b. Endotoksin
(lipopolisakarida)
C.
Tanda Dan Gejala
Masa tunas 7 – 14 hari penyakit
dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu
:
1. Stadium kataralis Lamanya 1 – 2
minggu
Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama
pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi
serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium
ini menyerupai influenza.
2. Stadium spasmodik Lamanya 2 – 4
minggu
Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi
paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh
darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak
gelisah Gejala – Gejala Masa inkubasi 5 – 10 hari. Pada awalnya anak yang
terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung mengeluarkan
lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang kemudian
menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali berakhir
dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah
menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian
batuk. Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang
biasanya terjadi pada malam hari. Selama masa penyembuhan, batuk akan berkurang
secra bertahap.
3. Stadium konvalesensi Lamanya
kira-kira 4-6 minggu
Beratnya
serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul
kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang.
Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.
D.
Patofisiologi
Peradangan
terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan berkembang
biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel
bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat
labile, dan kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk
polimorfonuklir serta penimbunan debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada
awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid penbronklas yang disusun dengan
nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai
nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi bronkhiolus dan
atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi bronkiektasis
yang bersifat menetap.
Cara
penularan: Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui
percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula
melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman
penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis
dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk
dimulai
E.
Manifestasi Klinis Pertusis
Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14
hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan berlangsung dalam 3
stadium yaitu :
1. Stadium kataralis / stadium prodomal
/ stadium pro paroksimal
a. Lamanya 1-2 minggu
b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya
gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu timbulnya rinore dengan
lender yang jernih:
1) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2) Batuk dan panas ringan
3) Anoreksia kongesti nasalis
c. Selama masa ini penyakit sulit
dibedakan dengan common cold
d. Batuk yang timbul mula-mula malam
hari, siang hari menjadi semakin hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental
dan lengket
2. Stadium paroksimal / stadium
spasmodic
a.
Lamanya
2-4 minggu
b. Selama stadium ini batuk menjadi
hebat ditandai oleh whoop (batuk yang bunyinya nyaring) sering terdengar pada
saat penderita menarik nafas pada akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 –
10 kali, selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk
anak mulai menarik nafas denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi
melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
c. Batuk ini dapat berlangsung terus
menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi
lebih berat.
d. Selama serangan, wajah merah,
sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjulur, lakrimasi, salvias dan
pelebaran vena leher.
e. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress
emosional missal menangis dan aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll).
3. Stadium konvaresens
a.
Terjadi
pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
b.
Gejala
yang muncul antara lain : Batuk berkurang
c.
Nafsu
makan timbul kembali, muntah berkurang
d.
Anak
merasa lebih baik
e.
Pada
beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan pada
saluran pernafasan.
F.
Komplikasi
1. Pada
saluran pernafasan
a. Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya pus
dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang menyumbat satu
atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan
bakteri.
Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 3 tahun
terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak
nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
b. Otitis
media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk
melalui tuba eustaki yang menghubungkan dengan nasofaring, kemudian masuk
telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran terbuka maka
saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat tidak dihilangkan pus dapat
terbentuk yang dapat dipecah melalui gendang telinga yang akan meninggalkan
lubang dan menyebabkan infeksi tulang mastoid yang terletak di belakang
telinga.
c. Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah
beberapa hari timbul lender jernih yang kemudian berubah menjadi purulen.
d. Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
e. Emphisema
Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat
sehingga alveoli pecah dan menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
f. Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan disertai
infeksi sekunder.
g. Aktifitas
Tuberkulosa
h. Kolaps
alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga dapat
menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian mendadak.
2. Pada
saluran pencernaan
a. Emasiasi
dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
b. Prolapsus
rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
c. Ulkus
pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.
d. Stomatitis.
3. Pada
system syaraf pusat Terjadi karena kejang :
a. Hipoksia
dan anoksia akibat apneu yang lama
b. Perdarahan
sub arcknoid yang massif
c. Ensefalopat,
akibat atrof, kortika yang difus
d. Gangguan
elektrolit karena muntah
G.
penatalaksanaan
Anti
mikroba Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini.
Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif
dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang
dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.
Kortikosteroid
a. Betametason
oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
b. Hidrokortison
suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian diturunkan perlahan
dan dihentikan pada hari ke-8
c. Prednisone
oral 2,5 – 5 mg/hari Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda
dengan seragan proksimal.Salbutamol
H.
Pencegahan
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang
telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif. Vaksin ini diberikan bersama
vaksin difteri dan tetanus. Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2
bulan. Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1. Panas
lebih dari 33ºC
2. Riwayat
kejang
3. Reaksi
berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya: suhu tinggi dengan
kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.
I. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Data
subyek :
·
Paling
banyak terdapat pada tempat yang padat penduduknya Usia yang paling rentan
terkena penyakit pertusis adalah anak dibawah usia 5 tahun
·
Cara
penularanya yang sangat cepat
·
Imunisasi
dapat mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan oleh pertusis
·
Batuk
ini disebabkan karena bordetella pertusis
·
Disalah
satu Negara yang belum melaksanakan prosedur imunisasi rutin, masih banyak
terdapat penyakit pertusis
Data obyek :
·
Anak
tiba-tiba batuk keras secara terus menerus
·
Batuk
yang sukar berhenti
·
Muka
menjadi merah
·
Batuk
yang sampai keluar air mata
·
Kadang
sampai muntah disertai keluarnya sedikit darah, karna batuk yang sangat keras.
·
Biasanya
terjadi pada malam hari
Diagnosa keperawatan
2. Bersihan
jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus
3. Pola
napas tidak efektif b/d dispnea
4. Resiko
tinggi infeksi terhadap (penyebaran). Factor resiko ketidak adekuatan
pertahanan utama
5. Gangguan
pola tidur b/d aktivitas batuk
Intervensi keperawatan
1. Bersihan
jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus.
Tujuan : status ventilasi saluran pernafasan baik, dengan cara mampu
membersihkan secret yang menghambat dan menjaga kebersihan jalan nafas.
Kriteria hasil :
a.
Rata-rata pernafasan normal
b.
Sputum keluar dari jalan nafas
c.
Pernafasan menjadi mudah
d.
Bunyi nafas normal
e.
Sesak nafas tidak terjadi lagi
Intervensi
a. Kaji
frekuensi/ kedalamn pernafasan dan gerakan dada .
Rasional : takipnea, pernapasan
dangkal,dan gerakan dada tak simetriks sering terjadi karena ketidak nyamanan
gerakan dinding dada dan/ cairan paru
b. Auskultasi
area paru,catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas atventisius
misalnya krekes,mengi.
Rasional
:
penurunan aliran udara terjadi pada area konsulidasi dengan cairan. Bunyi napas
bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsulodasi.
Krekes,ronki,dan mengi terdengar pada inspirasi dan/ ekspirasi pada respon
terhadap pengumoulan cairan, secret .
c. Bantu
pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu pasien melakukan batuk, misalnya
menekan dada dan batuk efektif.
Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi
maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten.
Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas
lebih dalam dan kuat.
d. Pengisapan
sesuai indikasi
Rasional
:
merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang
tak mampu melakukan karena
e. Berikan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
daripada dingin.
Rasional
:
cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
f. Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi
Rasional
:
untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan menurunkan resiko keparahan
2. Pola
napas tidak efektif b/d dispnea
Tujuan : menunjukkan pola napas
efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas atau
bersih
Criteria hasil:
a. Frekuensi
pernapasan normal
b. Bunyi
paru jelas/bersih
c. Kedalaman
paru dalam rentang normal
d. Bunyi
napas normal
e. Pengembangan
dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi :
a. kaji
frekuensi,kedalaman pernafasan, ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk
penggunaan otot bantu/ pelebaran masal.
Rasional
:
kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas
Kedalaman pernafasan biasanya bervariasi tergantung derajat gagal napas.
Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/ nyeri dada
pleuritik.
b. Auskultasi
bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti krekels, mengi,
gesekan pleural.
Rasional
:
bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap
perdarahan,bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelaktasis). Ronki dan mengi
menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernafasan
c. Tinggikan
kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan
ambulasi sesegera mungkin
Rasional
:
duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan. Pengubahan
posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas
d. Observasi
pola batuk dan karakter secret
Rasional
:
kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputu berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau antikoagulan berlebihan
e. Dorong/bantu
pasien dalam napas dalam dan latihan batuk. Pengisapan peroral atau naso
trakeal bila diindikasikan.
Rasional
:
dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah
ketidak nyamanan upaya bernafas.
f. Kolaborasi
dalam pemberian oksigen tambahan bila diindikasikan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas
3. Resiko
tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak adekuatan
pertahanan utama (penurunan kerja silia)
Tujuan
:
Tidak terjadi resiko infeksi
Criteria
hasil :
a. Mencapai
waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
b. Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Intervensi
a. Pantau
tanda vital dengan ketat,khususnya selama awal terapi.
Rasional
:
selama periode waktu ini, potensial terjadi komplikasi
b. Anjurkan
klien untuk memperhatikan pengeluaran secret (misalnya meningkatkan pengeluaran
daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan secret.
Rasional
: meskipun
pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya infeksi atau menghindarinya,
penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman. Perubahan
karakteristik sputum menunjukkan terjadinya infeksi sekunder.
c. Dorong
teknik mencuci tangan baik
Rasional
:
menurunkan resiko penyebaran infeksi
d. Batasi
pengunjung sesuai indikasi.
Rasional
:
menurunkan pajanan terhadap pathogen infeksi lain.
e. Kolaborasi
berikan antimicrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah,
misalnya eritromisin.
Rasional
:
obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobial
4.
Gangguan pola tidur b/d aktivasi batuk
Tujuan
:
pasien dapat tidur dan istirahat sesuai kebutuhannya
Kriteria
hasil :
a. Jam
tidur setiap harinya tetap
b. Pola
tidur normal
c. Kualitas
tidur baik
d. tanda-tanda
vital normal
e. kebiasaan
tidur siang teratur
intervensi
a. kaji
kebiasaan tidur klien sebelum dan sesudah tidur
Rasional
:
untuk mengetahui kebiasaan tidur klien serta gangguan yang dirasakan dan
membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. diskusikan
kemungkinan penyebab gangguan tidur
Rasional
:
mengetahui penyebab gangguan tidur sehingga mempermudah intervensi selanjutnya
c. Beri
posisi yang nyaman
Rasional : posisi yang nyaman dapat
meningkatkan relaksasi sehingga menstimulasi untuk tidur
d. Anjurkan
klien untuk mengkomsumsi makanan atau miniman yang tinggi protein sebelum tidur
Rasional : protein menghasilkan
triptofan yang mempunyai efek sedative
e. Anjurkan
keluarga klien untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Rasional : lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman sehingga
menstimulasi klien untuk tidur.
sumber dari buku keperawatan anak Edisi II