Selasa, 22 Mei 2012

askep urolithiasis



A.    Definisi
Urolithiasis atau Batu ginjal merupakan batu pada saluran kemih (urolithiasis), Urolithiasis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000)
B.     Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik;
1.      Faktor intrinsik, meliputi:
a.       Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
b.      Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
c.       Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
2.      Faktor ekstrinsik, meliputi:
a.       Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
b.      Iklim dan temperatur
c.       Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d.      Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
e.       Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
C.     Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.7
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
D.    Tanda Dan Gejala
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.4
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
Batu, terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi.
Jika penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
E.     Gambaran klinis
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen. Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.
F.      Pencegahan Urolithiasis
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1.      Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
  1. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
  2. Aktivitas harian yang cukup
  3. Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
  1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
  2. Rendah oksalat
  3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
  4. Rendah purin
  5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type
G.    Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.6
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
H.    Penatalaksanaan Urolithiasis
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka



\











BAB III
                                                     ASUHAN KEPERAWATAN        
A.    Pengkajian
1.      Riwayat atau adanya faktor resiko
a.       Perubahan metabolik atau diet
b.      Imobilitas lama
c.       Masukan cairan tak adekuat
d.      Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya
e.       Riwayat keluarga dengan pembentukan batu
2.      Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan :
a.       Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b.      Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c.       Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal
2.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal).
pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b.      Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c.       Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d.      Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e.       IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f.       Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g.       USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
2.      Perubahan eliminasi urine b/d simulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal atau ureteral.
3.      Kekurangan volume cairan resti terhadap mual/muntah ,dieresis pasca obstruksi.
4.      Kurang pengetahuan terhadap kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan.
C.     RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DX 1          : Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
Tujuan                      : nyeri hilang/terkontrol
Criteria hasil : tanpak rileks,mampu tidur/istirahat denagn tepat
Intervensi                  :
Mandiri
-          Catat lokasi,lamanya intensitas (skala 0-10) dan penyebaran
R/ mampu mengevaluasi tempat obstuksi dan kemajuan gerakan kalkulus
-          Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri
R/ member kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu
-          Berikan tindakan nyaman
R/ meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan otot,dan meningkatkan koping.
-          Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus,bimbingan imajinasi, dan aktifitas teurapetik
R/ mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot
-          Dorong/bantu dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.
R/ hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu,mencegah statis urine,dan membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya.
-          Perhatikan keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
R/ obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasisi urine kedalam area perirenal.
   Kolaborasi :
-          Berikan sesuai onat narkotik contoh meperidin (Demerol) morfin,antispasmotik contoh flavoksa (uripas) oksibutin (ditropan)
R/ menurunkan kolik dan nyeri
-          Merikan kompres hangat pada punggung
R/ menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan reflek spasme.
-          Pertahankan papatensi kateter  bila digunakan
R/ mencegah retensi urine,menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.

DX II   : Perubahan eliminasi urine b/d simulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal atau
ureteral.
Tujuan                   : berkemih dgn jumlah normal dan pola biasanya
Criteria hasil          : tak mengalami tanda obstruksi
Intervensi
Mandiri
-          Awasi masukan dan pengeluaran dan karakteristik urina
R/ memberi informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
-          Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi
R/ kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf,yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
-          Dorong meningkatkan pemasukan cairan
R/ peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan dapat membantu lewatnya batu.
-          Periksa semua urine
R/ penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu.
-          Observasi perubahan status mental,perilaku atau tingkah laku
R/ akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolik dapat menjadi toksik pada SPP
Kolabirasi
-          Awasi pemeriksaan laboratorium
R/ mengidentifikasikan disfungsi ginjal
-          Albil urine untuk kultur dan sesivitas
R/ menentuka adanya ISK
-          Beri obat sesuai indikasi asetazolamin,alupurinolhidroklorotiazid,amino klorida,antibody
-          Pertahankan patensi kateter tak menetap bila menggunakan
R/ mungkin diperlukan untuk membantu aliran urine/mencegah retensi dan komplikasi.

DX III  : Kekurangan volume cairan resti terhadap mual/muntah ,dieresis pasca obstruksi.
Tujuan                   : mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
Criteria hasil          : berat badan dalam rentan normal,turgor kulit membaik
Intervensi
Mandiri
-          Awasi pemasukan dan pengeluaran
R/ membandingkan pengeluaran actual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya kerusakan ginjal
-          Catat insiden muntah,diare,perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan diare.
R/ pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadiian abdominal lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus.
-          Tingkat pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.
R/ mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis
-          Awasi tanda vital
R/ penurunan LFG merangsang produksi renin yang bekerja untuk meningkatkan TD dalam upaya meningkatkan aliran darah ginjal.
-          Timbang berat badan tiap hari.
R/ peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.
Kolaborasi
-          Awasi Hb/Ht,elektrolit
R/ mengkaji hidrasi dan kebutuhan intervensi
-          Berikan cairan IV
R/ mempertahankan volume sirkulasi,meningkatkan fungsi ginjal.
-          Berikan diit tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi
R/ makanan mudah cerna menurunkan aktifitas GI/iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
-          Berikan obat sesuai indikasi : antiemetic
R/ menurunkan mual/muntah

Dx IV  : Kurang pengetahuan terhadap kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan                   : menyatakan pemahaman proses penyakit Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam program pengonatan.
Intervensi :
Mandiri
-          Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa ddepan
R/ member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
-          Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan carian.
R/ peningkatan kehilangan cairan memelukan pemasukan tambahan dalam kebutuhan sehari-hari.
-          Diit rendah purin
R/ menurunkan pemasukan oral terhhadap prekusor asam urat.
-          Diet rendah kalsium
R/ menurunkan resiko pembentukan batu kalsium.
-          Diet rendah oksalat
R/ menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat
-          Diskusikan program obat-obatan,hindari obat yang dijual bebas.
R/ obat-obatan diberikan untuk mengasamkan urine,tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu.
-          Mendengar dengan aktif tentang progam terapi/perubahan pola hidup
R/ membantu pasien bekerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa control terhadap apa yang terjadi.
-          Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic
R/ dengan peningkatankemungkinan berulangnnya batu.
-          Tunjukkan perawat yang tepat terhadap insisi/kateter bila ada
R/ meningkatkan kemampuan perawatan diri dan kemandirian.

1 komentar: