Selasa, 22 Mei 2012

Ilmu Keseahatan


HIV/AIDS


A.    Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang artinya adalah Virus yang menyerang daya tahan tubuh manusia. Jadi HIV bukanlah nama suatu penyakit, melainkan nama virus. Virus HIV ini hanya menyerang manusia saja. Virus ini menyerang daya tahan tubuh (sistem kekebalan) manusia sehingga sistem kekebalan manusia dapat menurun tajam bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali. Orang yang terinfeksi HIV, cepat atau lambat (sekitar 2 sampai 10 tahun) akan menderita AIDS. (Hendarwanto, 997,)
AIDS sendiri adalah singkatan dari Acquired Immnunodeficiency Sindrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit yang timbul karena menurunnya atau hilangnya sistem kekebalan tubuh. Jadi penyebab kematian yang banyak dialami oleh penderita AIDS ini adalah penyakit-penyakit lain yang masuk yang tidak bisa lagi ditolak oleh tubuh karena sistem kekebalan tubuh telah menurun drastis atau hilang sama sekali. Padahal penyakit-penyakit ini (seperti jamur, basil, beberapa jenis virus, dll) tidak menyebabkan kelainan yang sangat serius pada orang normal, bahkan kadang kala tidak menimbulkan gejala sama sekali. (Hendarwanto, 997)
B.     Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retro virus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari 5 fase yaitu:
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 
3.  Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun denga n gejala tidak ada.
4. Supresi imun sintomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, ras, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.      Lelaki homoseksual atau biseks.
2.      Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
3.      Orang yang ketagihan obat intrafena
4.      Partner seks dari penderita AIDS
5.      Penerima darah atau produk darah (transfusi).
C.     Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang terinfeksi HIV dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. HIV menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunnya sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 perml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik) muncul, jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seseorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel perml darah, atau apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker atau dimensia AIDS. (Ngastiyah, 1997)
D.    Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada AIDS dapat disebabkan dua mekanisme, yaitu akibat infeksi primer HIV pada jaringan atau organ tertentu (mata, SSP, dsb) atau secara sekunder (infeksi atau keganansan) akibat respon imun yang abnormal. Manifestasi okular, orbital, dan neuro-oftalmologi dapat terjadi secara primer dari infeksi HIV dan secara tidak langsung akibat keganasan dan infeksi sekunder.
E.     Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
1.      Darah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
2.      Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
3.      Cairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
4.      Air Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.
v  Cairan Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
ü  Air liur / air ludah / saliva
ü  Feses / kotoran / tokai / bab / tinja
ü  Air mata
ü  Air keringat
ü  Air seni / air kencing / air pipis / urin / urine
Secara garis besar, penyebaran virus HIV dapat kita bagi menjadi 4 bagian :
Ø  Penularan melalui hubungan seksual yang tidak aman.
Ø  Melalui pemakaian bersama jarum atau "peralatan" lainnya dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
Ø  HIV juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau transfusi organ lain dari seseorang yang terinfeksi.
Ø  Dari ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada bayinya, sebelum atau setelah lahir.
F.      Tanda dan gejala
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi HIV primer akut yang lamanya 1-2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan saat fase infeksi HIV menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik yaitu akibat daya tahan tubuh yang melemah, resiko timbulnya penyakit oleh karena infeksi ataupun penyakit lain yang meningkat hal-hal ini tidak akan terjadi dalam keadaan daya tahan tubuh yang normal. Infeksi opurtunistik yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalvirus, mikrobakterial, atipical, TBC.
1.      Infeksi HIV
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening dan bercak merah ditubuh.
2.      HIV Tanpa Gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar HIV dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.      Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
G.    Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Imunodeficiency Virus (HIV)  untuk mencegah terpajanya HIV, bisa dilakukan dengan Melakukan abstinensi seks/ melakukan hubungan kelamin dengan yang tidak terinfeksi.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terahir yang tidak terlindungi.
            Apabila terinfeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu:
1.      Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.      Terapi AZT(azidotimidin)
Obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS , obat ini menghambat replikasi antiviral Human Imunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik transkriptase. AZTtersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 < 300. Sekarang AZT tersedia untuk pasien dengan Human Imunodeficiency Virus (HIV) positif  asimtomatik dan sel T4 > 500 mm.
3.      Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian  dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
4.      Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan sehat. Hindari stres, gizy yang kurang, alkohol dan obat- obatan yang mengganggu fungsi imun.
5.      Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengatifkan sel T dan mempercepat replikasi Human Imunodeficiency Virus (HIV).
H.    Komplikasi
1.      Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis HIV, leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2.      Neurologik
Ø  Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
Ø  Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total/parsial.
Ø  Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan HIV.
3.      Gastrointestinal
Ø  Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi dan dehidrasi.
Ø  Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat ilegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
Ø  Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4.      Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5.      Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
6.      Sensorik
Ø  Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Ø  Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
I.       Pemeriksaan penunjang
1.      Tes untuk diagnosa infeksi HIV : a.ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot) b.Western blot (positif) c.P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas) d.Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat).
2.      Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a.       LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b.      CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
c.       Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
a.       Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
§  Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
§  Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein – liosing enteropati (peradangan usus)
b.      Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
§  Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas (Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan).
§  Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
§  Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
§  Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
§  Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema
§  Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
§  Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal, tremor, kejang, hemiparesis, kejang.
§  Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentan gerak, pincang.
§  Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
§  Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
§  Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan, herpes genetalia
§  Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
§  Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik.
B.     Rencana asuhan keperawatan
Dx :        Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan : Mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit
Kriteria hasil : Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat dan Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari
Intervensi :
Mandiri :
-          Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan rasa haus
-          Pantau masukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
-          Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/ makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.
-          Berikan makanan yang membuat pasien berselera.
Rasional :
-          Indikator tidak langsung dari status cairan.
-          Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa.
-          Mungkin dapat mengurangi diare.
-          Meningkatkan asupan nutrisi secara adekuat.
-          Mengurangi insiden muntah, menurunkan jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan peristaltik.
-          Mewaspadai adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit.
-          Diperlukan untuk mendukung volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak adekuat.
Kolaborasi
-          Berikan obat-obatan sesuai indikasi : antiemetikum, antidiare atau antispasmodik.
-          Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.
Berikan cairan/elektrolit melalui selang makanan atau IV.

Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi
Tujuan :
- Mengurangi resiko terjadinya infeksi
- Mempertahankan daya tahan tubuh
Kriteria hasil:
- Infeksi berkurang
- Daya tahan tubuh meningkat
Intervensi :
Mandiri
-          Pantau adanya infeksi : demam, mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri menelan.
-          Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.
-          Pantau jumlah sel darah putih dan diferensial
-          Pantau  tanda-tanda vital termasuk suhu.
-          Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
Kolaborasi
-          Beriakan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.
Rasional :
-          Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien.
-          Berikan deteksi dini terhadap infeksi.
-          Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi
-          Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
-          Mencegah inokulasi  yang tak disengaja dari pemberi perawatan.
-          Menghambat proses infeksi. Beberapa obat-obatan ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan lainya ditargetkan untuk  meningkatkan fungsi imun





DAFTAR PUSTAKA
Hendarwanto, 997, Hiv/Aids , EGC, Jakarta
Ngastiyah, 1997. Ilmu Kesehatan. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Google.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar