Rabu, 23 Mei 2012

askep anak dengan pertusis


A.    Pengertian
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992). Definisi Pertusis lainnya adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993). Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk adalah gejala khas  dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah serangan batuk.
B.     Etiologi
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut :
Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis). Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella para pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus.
Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain :
1.      Berbentuk batang (coccobacilus)
2.      Tidak dapat bergerak
3.      Bersifat gram negative.
4.      Tidak berspora, mempunyai kapsul
5.      Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10º C)
6.      Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik
7.      Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin
8.      Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
a.       Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
b.      Endotoksin (lipopolisakarida)
C.     Tanda Dan Gejala
Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu :
1.      Stadium kataralis Lamanya 1 – 2 minggu
Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.
2.      Stadium spasmodik Lamanya 2 – 4 minggu
Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah Gejala – Gejala Masa inkubasi 5 – 10 hari. Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk. Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari. Selama masa penyembuhan, batuk akan berkurang secra bertahap.
3.      Stadium konvalesensi Lamanya kira-kira 4-6 minggu
Beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.
D.    Patofisiologi
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan: Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai
E.     Manifestasi Klinis Pertusis
Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
1.      Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal
a.       Lamanya 1-2 minggu
b.      Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu timbulnya rinore dengan lender yang jernih:
1)      Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2)      Batuk dan panas ringan
3)      Anoreksia kongesti nasalis
c.       Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
d.      Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat, sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket
2.      Stadium paroksimal / stadium spasmodic
a.       Lamanya 2-4 minggu
b.      Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
c.       Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
d.      Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjulur, lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
e.       Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll).
3.      Stadium konvaresens
a.          Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
b.         Gejala yang muncul antara lain : Batuk berkurang
c.          Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
d.         Anak merasa lebih baik
e.          Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan pada saluran pernafasan.
F.      Komplikasi
1.      Pada saluran pernafasan
a.       Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri.
Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak-bercak infiltrate tersebar.
b.      Otitis media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan dengan nasofaring, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
c.       Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih yang kemudian berubah menjadi purulen.
d.      Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
e.       Emphisema Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
f.       Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan disertai infeksi sekunder.
g.      Aktifitas Tuberkulosa
h.      Kolaps alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian mendadak.
2.      Pada saluran pencernaan
a.       Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
b.      Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
c.       Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.
d.      Stomatitis.
3.      Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang :
a.       Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama
b.      Perdarahan sub arcknoid yang massif
c.       Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus
d.      Gangguan elektrolit karena muntah
G.    penatalaksanaan
Anti mikroba Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari. Kortikosteroid
a.       Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
b.      Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian diturunkan perlahan dan dihentikan pada hari ke-8
c.       Prednisone oral 2,5 – 5 mg/hari Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda dengan seragan proksimal.Salbutamol
H.    Pencegahan
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif. Vaksin ini diberikan bersama vaksin difteri dan tetanus. Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2 bulan. Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :
1.      Panas lebih dari 33ºC
2.      Riwayat kejang
3.      Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya: suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.
I.       Asuhan keperawatan
1.      Pengkajian
Data subyek :
·         Paling banyak terdapat pada tempat yang padat penduduknya Usia yang paling rentan terkena penyakit pertusis adalah anak dibawah usia 5 tahun
·         Cara penularanya yang sangat cepat
·         Imunisasi dapat mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan oleh pertusis
·         Batuk ini disebabkan karena bordetella pertusis
·         Disalah satu Negara yang belum melaksanakan prosedur imunisasi rutin, masih banyak terdapat penyakit pertusis
Data obyek :
·         Anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus
·         Batuk yang sukar berhenti
·         Muka menjadi merah
·         Batuk yang sampai keluar air mata
·         Kadang sampai muntah disertai keluarnya sedikit darah, karna batuk yang sangat keras.
·         Biasanya terjadi pada malam hari
Diagnosa keperawatan
2.      Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus
3.      Pola napas tidak efektif b/d dispnea
4.      Resiko tinggi infeksi terhadap (penyebaran). Factor resiko ketidak adekuatan pertahanan utama
5.      Gangguan pola tidur b/d aktivitas batuk
Intervensi keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif b/d banyaknya mucus.
Tujuan : status ventilasi saluran pernafasan baik, dengan cara mampu membersihkan secret yang menghambat dan menjaga kebersihan jalan nafas.
Kriteria hasil :
a.      Rata-rata pernafasan normal
b.      Sputum keluar dari jalan nafas
c.       Pernafasan menjadi mudah
d.      Bunyi nafas normal
e.       Sesak nafas tidak terjadi lagi
Intervensi
a.       Kaji frekuensi/ kedalamn pernafasan dan gerakan dada .
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal,dan gerakan dada tak simetriks sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada dan/ cairan paru
b.      Auskultasi area paru,catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas atventisius misalnya krekes,mengi.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsulidasi dengan cairan. Bunyi napas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsulodasi. Krekes,ronki,dan mengi terdengar pada inspirasi dan/ ekspirasi pada respon terhadap pengumoulan cairan, secret .
c.       Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu pasien melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif.
Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan kuat.
d.      Pengisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena
e.       Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat daripada dingin.
Rasional : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret.
f.       Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan menurunkan resiko keparahan
2.      Pola napas tidak efektif b/d dispnea
Tujuan : menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih
Criteria hasil:
a.       Frekuensi pernapasan normal
b.      Bunyi paru jelas/bersih
c.       Kedalaman paru dalam rentang normal
d.      Bunyi napas normal
e.       Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi :
a.       kaji frekuensi,kedalaman pernafasan, ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran masal.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas Kedalaman pernafasan biasanya bervariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/ nyeri dada pleuritik.
b.      Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius, seperti krekels, mengi, gesekan pleural.
Rasional : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan,bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelaktasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernafasan
c.       Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan ambulasi sesegera mungkin
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas
d.      Observasi pola batuk dan karakter secret
Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputu berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau antikoagulan berlebihan
e.       Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk. Pengisapan peroral atau naso trakeal bila diindikasikan.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.
f.       Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila diindikasikan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
3.      Resiko tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak adekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia)
Tujuan : Tidak terjadi resiko infeksi
Criteria hasil :
a.       Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
b.      Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Intervensi
a.       Pantau tanda vital dengan ketat,khususnya selama awal terapi.
Rasional : selama periode waktu ini, potensial terjadi komplikasi
b.      Anjurkan klien untuk memperhatikan pengeluaran secret (misalnya meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan secret.
Rasional : meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya infeksi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman. Perubahan karakteristik sputum menunjukkan terjadinya infeksi sekunder.
c.       Dorong teknik mencuci tangan baik
Rasional : menurunkan resiko penyebaran infeksi
d.      Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan pajanan terhadap pathogen infeksi lain.
e.       Kolaborasi berikan antimicrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah, misalnya eritromisin.
Rasional : obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobial
4.      Gangguan pola tidur b/d aktivasi batuk
Tujuan : pasien dapat tidur dan istirahat sesuai kebutuhannya
Kriteria hasil :
a.       Jam tidur setiap harinya tetap
b.      Pola tidur normal
c.       Kualitas tidur baik
d.      tanda-tanda vital normal
e.       kebiasaan tidur siang teratur
intervensi
a.       kaji kebiasaan tidur klien sebelum dan sesudah tidur
Rasional : untuk mengetahui kebiasaan tidur klien serta gangguan yang dirasakan dan membantu dalam menentukan intervensi selanjutnya
b.      diskusikan kemungkinan penyebab gangguan tidur
Rasional : mengetahui penyebab gangguan tidur sehingga mempermudah intervensi selanjutnya
c.       Beri posisi yang nyaman
Rasional : posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga menstimulasi untuk tidur
d.      Anjurkan klien untuk mengkomsumsi makanan atau miniman yang tinggi protein sebelum tidur
Rasional : protein menghasilkan triptofan yang mempunyai efek sedative
e.       Anjurkan keluarga klien untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
Rasional : lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman sehingga menstimulasi klien untuk tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar