HIV/AIDS
A. Pengertian
HIV/AIDS
HIV
adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang artinya adalah Virus
yang menyerang daya tahan tubuh manusia. Jadi HIV bukanlah nama suatu penyakit,
melainkan nama virus. Virus HIV ini hanya menyerang manusia saja. Virus ini
menyerang daya tahan tubuh (sistem kekebalan) manusia sehingga sistem kekebalan
manusia dapat menurun tajam bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali. Orang
yang terinfeksi HIV, cepat atau lambat (sekitar 2 sampai 10 tahun) akan
menderita AIDS. (Hendarwanto,
997,)
AIDS sendiri adalah singkatan dari Acquired
Immnunodeficiency Sindrome yang berarti kumpulan gejala-gejala penyakit yang
timbul karena menurunnya atau hilangnya sistem kekebalan tubuh. Jadi penyebab
kematian yang banyak dialami oleh penderita AIDS ini adalah penyakit-penyakit
lain yang masuk yang tidak bisa lagi ditolak oleh tubuh karena sistem kekebalan
tubuh telah menurun drastis atau hilang sama sekali. Padahal penyakit-penyakit
ini (seperti jamur, basil, beberapa jenis virus, dll) tidak menyebabkan
kelainan yang sangat serius pada orang normal, bahkan kadang kala tidak menimbulkan
gejala sama sekali. (Hendarwanto, 997)
B.
Etiologi
Penyebab adalah
golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV
pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retro virus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama
HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS
terdiri dari 5 fase yaitu:
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun denga n gejala tidak ada.
4. Supresi imun sintomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, ras, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun denga n gejala tidak ada.
4. Supresi imun sintomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, ras, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS
dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki
homoseksual atau biseks.
2. Bayi
dari ibu/bapak terinfeksi.
3. Orang
yang ketagihan obat intrafena
4. Partner
seks dari penderita AIDS
5. Penerima
darah atau produk darah (transfusi).
C. Patofisiologi
Sel T dan
makrofag serta sel dendritik / langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang
terinfeksi HIV dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang.
HIV menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian
virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan
ikut dalam respon imun, maka HIV menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel
killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan
menurunnya sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong.
Seseorang yang
terinfeksi HIV dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama
bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar
1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 perml darah, 2-3
tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4
mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster dan jamur
oportunistik) muncul, jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru
akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seseorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel
perml darah, atau apabila terjadi infeksi oportunistik, kanker atau dimensia AIDS.
(Ngastiyah, 1997)
D.
Manifestasi klinis
Manifestasi
klinis pada AIDS dapat disebabkan dua mekanisme, yaitu akibat infeksi primer
HIV pada jaringan atau organ tertentu (mata, SSP, dsb) atau secara sekunder
(infeksi atau keganansan) akibat respon imun yang abnormal. Manifestasi okular,
orbital, dan neuro-oftalmologi dapat terjadi secara primer dari infeksi HIV dan
secara tidak langsung akibat keganasan dan infeksi sekunder.
E.
Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran
Virus HIV AIDS
1.
Darah
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
Contoh : Tranfusi darah, terkena darah hiv+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb
2.
Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb.
3.
Cairan Vagina pada Perempuan
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll.
4.
Air Susu Ibu / ASI
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.
Contoh : Bayi minum asi dari wanita hiv, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.
v Cairan
Tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada penderita HIV+ :
ü Air
liur / air ludah / saliva
ü Feses
/ kotoran / tokai / bab / tinja
ü Air
mata
ü Air
keringat
ü Air
seni / air kencing / air pipis / urin / urine
Secara garis besar, penyebaran virus
HIV dapat kita bagi menjadi 4 bagian :
Ø Penularan melalui hubungan seksual yang tidak
aman.
Ø Melalui pemakaian bersama jarum atau
"peralatan" lainnya dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
Ø HIV juga dapat ditularkan melalui transfusi
darah atau transfusi organ lain dari seseorang yang terinfeksi.
Ø Dari ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada
bayinya, sebelum atau setelah lahir.
F. Tanda
dan gejala
Pasien AIDS
secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi HIV primer
akut yang lamanya 1-2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan
disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam,
keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam
kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan saat fase
infeksi HIV menjadi AIDS (bervariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi
AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik yaitu akibat daya tahan tubuh
yang melemah, resiko timbulnya penyakit oleh karena infeksi ataupun penyakit
lain yang meningkat hal-hal ini tidak akan terjadi dalam keadaan daya tahan
tubuh yang normal. Infeksi opurtunistik yang paling umum adalah Pneumocystic
Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi
lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalvirus, mikrobakterial,
atipical, TBC.
1.
Infeksi HIV
Acut
gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam
berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher,
radang kelenjar getah bening dan bercak merah ditubuh.
2.
HIV Tanpa Gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar HIV
dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3.
Radang kelenjar getah bening menyeluruh
dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh
selama lebih dari 3 bulan.
G. Penatalaksanaan
Belum ada
penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Imunodeficiency
Virus (HIV) untuk mencegah terpajanya
HIV, bisa dilakukan dengan Melakukan abstinensi seks/ melakukan hubungan
kelamin dengan yang tidak terinfeksi.
Memeriksa adanya
virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terahir yang tidak
terlindungi.
Apabila
terinfeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya yaitu:
1.
Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan
menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportunistik, nasokomial,
atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
dilingkungan perawatan kritis.
2.
Terapi AZT(azidotimidin)
Obat
antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS , obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Imunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
transkriptase. AZTtersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 < 300.
Sekarang AZT tersedia untuk pasien dengan Human Imunodeficiency Virus (HIV)
positif asimtomatik dan sel T4 > 500
mm.
3.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya
rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
4.
Pendidikan untuk menghindari alkohol dan
obat terlarang, makan makanan sehat. Hindari stres, gizy yang kurang, alkohol
dan obat- obatan yang mengganggu fungsi imun.
5.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi
itu dapat mengatifkan sel T dan mempercepat replikasi Human Imunodeficiency
Virus (HIV).
H. Komplikasi
1.
Oral Lesi
Karena
kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
HIV, leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan
cacat.
2.
Neurologik
Ø Kompleks
dimensia AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi
sosial.
Ø Enselophaty
akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis/ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam,
paralise, total/parsial.
Ø Infark
serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan HIV.
3.
Gastrointestinal
Ø Diare
karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi dan
dehidrasi.
Ø Hepatitis
karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat ilegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
Ø Penyakit
Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
4.
Respirasi
Infeksi
karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus dan
strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,
gagal nafas.
5.
Dermatologik
Lesi
kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
6.
Sensorik
Ø Pandangan
: Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Ø Pendengaran
: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
I. Pemeriksaan
penunjang
1.
Tes untuk diagnosa infeksi HIV : a.ELISA
(positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot) b.Western blot
(positif) c.P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas) d.Kultur
HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat).
2.
Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED
(normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4
limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen)
c. Rasio
CD4/CD8 limfosit (menurun)
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
a.
Riwayat
Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena
sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.
Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang
berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik,
kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini
harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens
pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang
berhubungan dengan kelainan hospes :
§ Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limpoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
§ Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein – liosing enteropati (peradangan usus)
b.
Pemeriksaan
Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
§ Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi
malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktifitas (Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan).
§ Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan
lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi
perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
§ Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan
kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan
sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri,
marah.
§ Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering
dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah,
diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
§ Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan
gigi dan gusi yang buruk, edema
§ Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
§ Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status
mental,kerusakan status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas,
refleks tidak normal, tremor, kejang, hemiparesis, kejang.
§ Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentan gerak, pincang.
§ Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif,
batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi
napas, adanya sputum.
§ Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses,
timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan
umum.
§ Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan, herpes genetalia
§ Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
§ Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik.
B. Rencana asuhan keperawatan
Dx
: Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan : Mempertahankan hidrasi cairan
yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit
Kriteria hasil : Terpenuhinya kebutuhan
cairan secara adekuat dan Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari
Intervensi
:
Mandiri :
-
Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan rasa haus
-
Pantau masukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya
2500 ml/hari
-
Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare,
yakni yang pedas/ makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.
-
Berikan makanan yang membuat pasien berselera.
Rasional
:
-
Indikator tidak langsung dari status
cairan.
-
Mempertahankan keseimbangan cairan,
mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa.
-
Mungkin dapat mengurangi diare.
-
Meningkatkan asupan nutrisi secara
adekuat.
-
Mengurangi insiden muntah, menurunkan
jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan peristaltik.
-
Mewaspadai adanya gangguan elektrolit
dan menentukan kebutuhan elektrolit.
-
Diperlukan untuk mendukung volume
sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak adekuat.
Kolaborasi
-
Berikan obat-obatan sesuai indikasi : antiemetikum,
antidiare atau antispasmodik.
-
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.
Berikan cairan/elektrolit melalui
selang makanan atau IV.
Dx : Resiko infeksi b.d
imunodefisiensi
Tujuan
:
-
Mengurangi resiko terjadinya infeksi
- Mempertahankan daya tahan tubuh
Kriteria
hasil:
-
Infeksi berkurang
- Daya tahan tubuh meningkat
Intervensi
:
Mandiri
-
Pantau adanya infeksi :
demam, mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri
menelan.
-
Ajarkan pasien atau
pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.
-
Pantau jumlah sel darah
putih dan diferensial
-
Pantau
tanda-tanda vital termasuk suhu.
-
Awasi pembuangan jarum suntik dan mata
pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
Kolaborasi
-
Beriakan antibiotik atau agen antimikroba, misal :
trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.
Rasional :
-
Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan
tindakan segera. Infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien.
-
Berikan deteksi dini terhadap infeksi.
-
Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi
-
Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu
secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh
bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat secara
efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
-
Mencegah inokulasi yang tak disengaja dari
pemberi perawatan.
-
Menghambat proses infeksi. Beberapa obat-obatan
ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan lainya ditargetkan
untuk meningkatkan fungsi imun
DAFTAR PUSTAKA
Hendarwanto, 997, Hiv/Aids
, EGC, Jakarta
Ngastiyah, 1997.
Ilmu Kesehatan. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.
Google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar