A. Definisi
Urolithiasis atau Batu ginjal merupakan batu pada saluran
kemih (urolithiasis), Urolithiasis sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan
Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran
kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks
ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di
ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di
saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu
buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam
divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling
sering terjadi (Purnomo, 2000)
B. Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan
perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di
negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan
ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas
sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk
menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga
berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik) Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik;
1. Faktor intrinsik, meliputi:
a. Herediter; diduga dapat diturunkan
dari generasi ke generasi.
b. Umur; paling sering didapatkan pada
usia 30-50 tahun
c. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3
kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
2. Faktor ekstrinsik, meliputi:
a.
Geografi;
pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
b. Iklim dan temperatur
c. Asupan air; kurangnya asupan air dan
tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan
kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
e. Pekerjaan; penyakit ini sering
dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik
(sedentary life).
C. Patofisiologi
Secara
teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan
batu.7
Batu terdiri
atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik
yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang
lebih besar
Meskipun
ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu
membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran
kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan
pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya
koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
D. Tanda
Dan Gejala
Batu pada
kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi dari
kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa
gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan
akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien
tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah
terjadi.4
Keluhan yang
paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa
merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas
peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Nyeri ini
disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya pada
pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri
bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke
perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual
dan muntah sering menyertai keadaan ini.
Nyeri non
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau
infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada
daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam-menggigil.
Batu,
terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih
bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter,
pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau
kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
Kolik
renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah
antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah
kemaluan dan paha sebelah dalam. Gejala lainnya adalah mual dan muntah, perut
menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin
menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter.
Batu
bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri
akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi.
Jika
penyumbatan ini berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke saluran di
dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal
(hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal.
E. Gambaran klinis
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu,
besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin
didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang
sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine
dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan
adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain.
Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). Pemeriksaan pieolografi intra
vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV
dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak
pada foto polos abdomen. Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin
menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal
menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal
atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau
pengkerutan ginjal.
F. Pencegahan
Urolithiasis
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah
pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu
saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh lebih dari 50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah
diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum
cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
- Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
- Aktivitas harian yang cukup
- Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk
untuk mengurangi kekambuhan adalah:
- Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
- Rendah oksalat
- Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
- Rendah purin
- Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type
G.
Komplikasi
Dibedakan
komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi akut yang sangat
diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data
kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter
memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang
signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein
strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.6
Komplikasi jangka panjang adalah striktur
ureter. Striktur tidak hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu
oleh reaksi inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur
kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak
dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu
ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut
dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan.
Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi
terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat setelah
dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada
organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis
renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat,
penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan
resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi
berupa kehilangan darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan
sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL
dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan
atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian,
dan komplikasi keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL
dan kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada
operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat
dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada
operasi terbuka kurang dari 1%.
H. Penatalaksanaan
Urolithiasis
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus
segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya
obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui
prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi,
bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka
\
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat atau adanya faktor resiko
a. Perubahan metabolik atau diet
b. Imobilitas lama
c. Masukan cairan tak adekuat
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran
Kencing sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan
batu
2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada
survei umum dapat menunjukkan :
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal
menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis
kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan
diare
c. Perubahan warna urine atau pola
berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi,
dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan
tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna : normal
kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi
urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal).
pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata
6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin,
asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur
urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl
tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang
bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate.
BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan
status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85
sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada
ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal
bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat
bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang,
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya
calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat
urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan
abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : visualisasi
kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g.
USG
Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri
akut b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
2.
Perubahan
eliminasi urine b/d simulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal atau
ureteral.
3.
Kekurangan
volume cairan resti terhadap mual/muntah ,dieresis pasca obstruksi.
4.
Kurang
pengetahuan terhadap kondisi,prognosis dan kebutuhan pengobatan.
C.
RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
DX
1 : Nyeri akut b/d peningkatan
frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
Tujuan : nyeri hilang/terkontrol
Criteria
hasil : tanpak rileks,mampu
tidur/istirahat denagn tepat
Intervensi :
Mandiri
-
Catat
lokasi,lamanya intensitas (skala 0-10) dan penyebaran
R/
mampu mengevaluasi tempat obstuksi dan kemajuan gerakan kalkulus
-
Jelaskan
penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap perubahan
kejadian/karakteristik nyeri
R/
member kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu
-
Berikan
tindakan nyaman
R/
meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan otot,dan meningkatkan koping.
-
Bantu
atau dorong penggunaan nafas berfokus,bimbingan imajinasi, dan aktifitas
teurapetik
R/
mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot
-
Dorong/bantu
dengan ambulasi sering sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan
sedikitnya 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.
R/
hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu,mencegah statis urine,dan membantu
mencegah pembentukan batu selanjutnya.
-
Perhatikan
keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen.
R/
obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasisi urine
kedalam area perirenal.
Kolaborasi :
-
Berikan
sesuai onat narkotik contoh meperidin (Demerol) morfin,antispasmotik contoh
flavoksa (uripas) oksibutin (ditropan)
R/
menurunkan kolik dan nyeri
-
Merikan
kompres hangat pada punggung
R/
menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan reflek spasme.
-
Pertahankan
papatensi kateter bila digunakan
R/
mencegah retensi urine,menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan
infeksi.
DX
II : Perubahan eliminasi urine b/d
simulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal atau
ureteral.
Tujuan
: berkemih dgn jumlah
normal dan pola biasanya
Criteria
hasil : tak mengalami tanda
obstruksi
Intervensi
Mandiri
-
Awasi
masukan dan pengeluaran dan karakteristik urina
R/
memberi informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
-
Tentukan
pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi
R/
kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf,yang menyebabkan sensasi
kebutuhan berkemih segera.
-
Dorong
meningkatkan pemasukan cairan
R/
peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan dapat membantu lewatnya batu.
-
Periksa
semua urine
R/
penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu.
-
Observasi
perubahan status mental,perilaku atau tingkah laku
R/
akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolik dapat menjadi toksik
pada SPP
Kolabirasi
-
Awasi
pemeriksaan laboratorium
R/
mengidentifikasikan disfungsi ginjal
-
Albil
urine untuk kultur dan sesivitas
R/
menentuka adanya ISK
-
Beri
obat sesuai indikasi asetazolamin,alupurinolhidroklorotiazid,amino
klorida,antibody
-
Pertahankan
patensi kateter tak menetap bila menggunakan
R/
mungkin diperlukan untuk membantu aliran urine/mencegah retensi dan komplikasi.
DX
III : Kekurangan volume cairan resti
terhadap mual/muntah ,dieresis pasca obstruksi.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan
cairan adekuat
Criteria
hasil : berat badan dalam rentan
normal,turgor kulit membaik
Intervensi
Mandiri
-
Awasi
pemasukan dan pengeluaran
R/
membandingkan pengeluaran actual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi
adanya kerusakan ginjal
-
Catat
insiden muntah,diare,perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan diare.
R/
pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadiian abdominal lain yang
menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus.
-
Tingkat
pemasukan cairan sampai 3-4 L/hari dalam toleransi jantung.
R/
mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis
-
Awasi
tanda vital
R/
penurunan LFG merangsang produksi renin yang bekerja untuk meningkatkan TD
dalam upaya meningkatkan aliran darah ginjal.
-
Timbang
berat badan tiap hari.
R/
peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.
Kolaborasi
-
Awasi
Hb/Ht,elektrolit
R/
mengkaji hidrasi dan kebutuhan intervensi
-
Berikan
cairan IV
R/
mempertahankan volume sirkulasi,meningkatkan fungsi ginjal.
-
Berikan
diit tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi
R/
makanan mudah cerna menurunkan aktifitas GI/iritasi dan membantu mempertahankan
cairan dan keseimbangan nutrisi.
-
Berikan
obat sesuai indikasi : antiemetic
R/
menurunkan mual/muntah
Dx
IV : Kurang pengetahuan terhadap kondisi,prognosis
dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan : menyatakan pemahaman proses
penyakit Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam
program pengonatan.
Intervensi
:
Mandiri
-
Kaji
ulang proses penyakit dan harapan masa ddepan
R/
member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi
-
Tekankan
pentingnya peningkatan pemasukan carian.
R/
peningkatan kehilangan cairan memelukan pemasukan tambahan dalam kebutuhan
sehari-hari.
-
Diit
rendah purin
R/
menurunkan pemasukan oral terhhadap prekusor asam urat.
-
Diet
rendah kalsium
R/
menurunkan resiko pembentukan batu kalsium.
-
Diet
rendah oksalat
R/
menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat
-
Diskusikan
program obat-obatan,hindari obat yang dijual bebas.
R/
obat-obatan diberikan untuk mengasamkan urine,tergantung pada penyebab dasar
pembentukan batu.
-
Mendengar
dengan aktif tentang progam terapi/perubahan pola hidup
R/
membantu pasien bekerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa control terhadap
apa yang terjadi.
-
Identifikasi
tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic
R/
dengan peningkatankemungkinan berulangnnya batu.
-
Tunjukkan
perawat yang tepat terhadap insisi/kateter bila ada
R/
meningkatkan kemampuan perawatan diri dan kemandirian.
ale~ ale~
BalasHapus